Pemimpin ‘Paripurna’

Seluruh hal yang bersinggungan dengan pembangunan sejatinya ditujukan bagi upaya membangun rasa kemanusiaan, memenuhi keadilan dan keberadaban. Seorang pemimpin ideal harus bisa mewujudkan semuanya secara paripurna.

SISIBAIK.ID – Idealnya, tak ada urusan paling utama bagi seorang pemimpin sebuah negara selain untuk menyejahterakan rakyatnya. Dus, menjaga keutuhan, harkat dan martabat bangsa dan negara.

Tentu saja itu bukan pekerjaan sederhana. Seorang pemimpin harus cerdas, tegas, bersih, adil, dan mengerti kondisi serta kebutuhan rakyat. Dan banyak lagi kriteria sosok pemimpin ideal dengan berbagai versinya.

Pemimpin paripurna
Dr. Pieter C. Zulkifli

Dalam konteks demokrasi, setiap pemimpin yang lahir di alam demokrasi secara prosedural pastilah berasal dari rakyat. Namun, seringkali setelah berada di puncak kekuasaan, mereka justru kian jauh dari rakyat. Para pemimpin rakyat itu tersandera kepentingan kelompok elit dan tak berkutik menghadapi kekuatan ‘elitnya elit’.

Elitnya elit adalah kosakata sederhana untuk memaknai istilah oligarki. Dalam diksi berbeda, disebut sebagai core of the core, intinya inti. Kelompok kecil yang bekerja secara tertutup, namun memiliki pengaruh teramat besar. Oligarki adalah kata yang merujuk pada konteks ruang politik.

Bekerjanya sistem oligarki, menurut Firman Noor dalam bukunya berjudul Oligarki dan Demokrasi, menyebabkan gangguan dalam demokrasi menuju elitisme dan pragmatisme. Konsentrasi kekuasaan menjadi sangat sentralistik, terpusat pada segelintir pihak yang membuat demokrasi sebatas nilai kalkulasi kepentingan. Inilah yang kemudian menjadi anomali, mengingat kelompok inilah yang akhirnya bertindak menjadi pengatur segalanya, meski tak berada di tampuk kekuasaan.

Pada kerangka struktural, oligarki menjadi pertanda terjadinya kegagalan untuk membangun demokratisasi internal partai politik. Panggung politik hanya dijadikan sebagai lapangan dalam upaya mengeksploitasi kepentingan pemilik modal. Para aktor politik dan ekonomi saling menjalin relasi nan padu. Kerapuhan demokrasi pun terjadi.

Sialnya, seorang pemimpin yang lahir dari rakyat membutuhkan kelompok ‘elitnya elit’ ini demi mewujudkan cita-cita dan aspirasi rakyat yang diembannya. Sebab, hanya mereka yang memiliki kewenangan untuk membuat hukum atau undang-undang atas nama rakyat, yang tanpanya kepemimpinan mana pun tidak mungkin bisa bekerja.

Hukum Besi Oligarki

Walhasil, seiring dengan berjalannya waktu, setiap pemimpin dari rakyat akan secara otomatis membuka diri untuk bernegosiasi dengan kepentingan oligarki. Pada titik inilah dia mulai menjadi tawanan oligarki dan teralienasi dari rakyat.

Kondisi ini dialami Benito Mussolini. Awalnya, Mussolini lahir sebagai seorang pemimpin sosialis Italia yang berasal dari rakyat. Tapi, setelah memegang tampuk kekuasaan, dia terperangkap oleh hukum besi oligarki sehingga secara perlahan sosoknya bertransformasi menjadi diktator paling besar dalam sejarah Italia.

Istilah hukum besi oligarki dicetuskan oleh Robert Michels dalam bukunya berjudul “The Iron Law of Oligarchy” atau dalam bahasa Indonesia berarti Hukum Besi Oligarki (1911). Sosok pengajar, politisi sekaligus mantan aktivis Partai Sosial Demokrat Jerman ini memilih keluar dari partai yang membesarkannya karena kecewa dan tak ingin terbelenggu situasi abnormal akibat kungkungan oligarki.

Lantas, apa kabar Indonesia? Negeri ini telah memiliki sederet pemimpin hebat dengan karakter kepemimpinannya masing-masing. Mulai dari Ir. Soekarno, Soeharto, BJ Habibi, Kyai Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, Susilo Bambang Yudhoyono, hingga Presiden Joko Widodo. Mereka telah dan sedang memimpin negeri berpenduduk 250 juta jiwa ini dengan kelebihan dan kekurangannya, walaupun soal kesejahteraan dan dominannya kelompok elite selalu menjadi isu yang tak lekang di setiap pemerintahan.

Membuka catatan Sun Tzu, seorang jenderal jenius sekaligus filsuf asal China tentang teori kepemimpinan. Ada lima prinsip kepemimpinan dalam Strategi Perang Sun Tzu, yakni: kecerdasan, kepercayaan, kebajikan, keberanian, dan ketegasan. Ketika seseorang memiliki kelima unsur ini menjadi satu dalam dirinya dalam porsi yang tepat, baru dia layak dan bisa menjadi seorang pemimpin sejati.

Dalam konteks Indonesia, untuk menjadi sosok pemimpin sejati, selain memiliki syarat dasar sebagai pemimpin, dia harus menjadikan Pancasila sebagai panduan dan pegangan serta gerak perilaku dalam memimpin bangsa.

Dan pada akhirnya seluruh hal yang bersinggungan dengan pembangunan ekonomi dan politik, dalam ranah demokrasi, sejatinya ditujukan bagi upaya membangun rasa kemanusiaan, memenuhi keadilan dan keberadaban. Seorang pemimpin ideal harus bisa mewujudkan semuanya secara paripurna.

Sebagai rakyat, kita perlu mengingatkan agar pemimpin negeri ini tetap berada pada jalur yang benar dalam menahkodai bahtera Indonesia.

Penulis: Dr. Pieter C. Zulkifli, pengamat kebijakan publik tinggal di Kota Malang, Jawa Timur

Sumber: pietercz.id

ilustrasi: kompas.com