Teknologi Drone Permudah Proses Sertifikasi Benih

SisiBaik.ID – Sertifikasi benih bagi kegiatan produksi benih diperlukan agar memenuhi persyaratan internal quality control. Untuk mempermudah proses sertifikasi bisa mengadopsi teknologi drone.. 

Dosen IPB University dari Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Ahmad Zamzami menyebutkan proses sertifikasi benih di lapangan tergolong rumit. Saat ini, pemeriksaan benih dilakukan secara manual berdasarkan dokumen. 

“Padahal masih ada pemeriksaan global untuk memeriksa kondisi pertanaman secara menyeluruh. Dan pemeriksaan pada setiap sampel, jumlah dan lokasinya pasti tidak sedikit,” ujar Ahmad mengutip siaran pers IPB, Selasa, 19 Oktober 2021.

Terjun sebagai produsen benih, ia mengatakan bahwa pemeriksaan secara konvensional relatif sulit dan membutuhkan waktu. Luas pemeriksaan bagi PBT (Pengawas Benih Tanaman) meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan benih bermutu. Di sisi lain, jumlah PBT semakin berkurang dan kinerja makin berat.

Salah satu solusinya, lanjutnya, yakni melalui pemanfaatan drone pada kegiatan sertifikasi benih. Pada tahun 2019, uji coba secara sederhana dengan drone sudah dilakukan. Observasi mengenai identifikasi batas lahan dengan drone dilakukan secara otomatis dengan rute terprogram agar akuisisi data lebih akurat.

“Memang yang namanya penerapan teknologi bisa kita buat levellingnya, tidak harus langsung high tech karena teknologi (drone) belum sebetulnya siap untuk sertifikasi dan memenuhi kebutuhan kita,” ungkapnya.

Ia menyebut, drone dengan sensornya dapat menawarkan penampakan tanaman dari sisi lain.  Seperti tanaman dengan vigoritas rendah dan mengevaluasi galur tanaman. Menurutnya, estimasi hasil panen juga dapat dilakukan dan telah diterapkan di beberapa negara. 

Kegiatan seperti phenotyping untuk menemukan CVL (Campuran Varietas Lain) dan tipe simpang dapat dilakukan. Namun, praktiknya di lapangan akan lebih sulit dibandingkan dalam lingkungan yang terkontrol.

“Belum banyak literatur dan praktiknya masih langka. Pengaruh lingkungan harus dihilangkan sehingga yakin bahwa hanya dipengaruhi genotipe,” imbuhnya. 

Ia mengatakan, adopsi drone dalam sertifikasi benih memiliki banyak tantangan. Salah satunya, data karakter tanaman masih bersifat kualitatif. 

“Makanya kita perlu (berpikir) ke arah sana. Barangkali pelepasan varietas sudah dilengkapi dengan data yang bisa diamati secara kuantitatif dengan drone. Sehingga ‘nyambung’ antara pelepasan varietas, dengan produksi benih, dan sertifikasi,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa pemeriksaan Tipe simpang atau CVL agak berat dilakukan apalagi hanya terdapat satu simpangan di dalam rumpun. Kondisi pertumbuhan juga berbeda dan belum pasti termasuk tipe simpang. Sehingga drone untuk menilai kemurnian tanaman juga lebih sulit.

“Harapannya kalau sudah pakai drone tidak ada lagi sampling, semuanya di-scanning dan diautomatisasi,” tambahnya.

Menghitung CVL dan tipe simpang, lanjutnya, diharapkan dapat dilakukan berdasarkan persen luasan. Adapun upaya yang sedang diusahakan melalui pemanfaatan drone saat ini yakni mengendalikan faktor (CVL dan tipe simpang). “Kemudian melihat pengaruh pada peubah-peubah bisa diamati dengan drone,” ujarnya.