Anak Jokowi, Ubedilah, dan KPK

Mau pro pemerintah atau pro oposisi, yang penting kita tetap bersaudara dalam satu negeri yang sama. (Bung Hatta)

SisiBaik.ID – Tiba-tiba saja, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dua putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini dilaporkan dengan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) serta kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN).

Adalah Ubedilah Badrun, seorang dosen dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang melaporkan keduanya pada Senin 10 Januari 2022.

Dr. Pieter Cannys Zulkifli, SH, MH.

Ubedilah menganggap ada sejumlah kejanggalan dengan arus dana yang masuk ke perusahaan yang dikelola Gibran dan Kaesang. Terutama pembelian saham di sebuah perusahaan dengan nilai transaksi Rp 92 miliar. Dalam laporannya, Ubedilah Badrun menyebut relasi bisnis anak-anak Presiden RI itu juga terkait dengan pembakaran hutan dan pencucian uang.

Sejauh ini pelapor belum menunjukkan bukti yang bisa menjerat kedua anak presiden tersebut. Ubedilah Badrun sendiri menyampaikan bahwa sulit untuk menemukan bukti keterlibatan kedua anak presiden dalam pusaran kasus KKN. Dengan kata lain, dasar laporan tersebut adalah kecurigaan terhadap sosok Kaesang Pangarep dan kakaknya yang memiliki uang sebesar 92 miliar rupiah.

Saling lapor pun terjadi. Para pendukung Jokowi melapor balik Ubedilah Badrun karena dianggap melakukan pencemaran nama baik. Sekalipun, Putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka menyarankan agar tidak saling melaporkan.

***

Hanya selisih sehari, pada pekan yang sama, ruang media sosial kembali gempar oleh aksi seorang kreator Indonesia yang bernama Ghozali. Melalui cuitannya di akun twitter @Ghozali_Ghozalu pada 11 Januari 2022, Ghozali mengumumkan berhasil menjual ratusan foto selfienya dengan format NFT seharga Rp 13,8 milyar. Sebuah angka penjualan yang fantastis!

Prestasi ini tentu di luar dugaan masyarakat umum. Apalagi Ghozali bukan seorang public figure seperti artis atau model. Ghozali hanyalah anak muda biasa yang iseng menjual foto swadirinya di NFT.

Lewat akun Ghozali Everyday di situs OpenSea, setiap hari selama tiga tahun terakhir, Ghozali telah memposting 933 foto selfienya. Sudah lebih dari 430 orang yang mengantongi foto Ghozali dengan nilai jual 288 ETH.

Sebagai informasi, Ethereum adalah token Aset Kripto yang mirip dengan bitcoin. Adapun Non Fungible Token atau lebih dikenal dengan sebutan NFT merupakan aset digital berupa token, yang telah menarik minat investasi masyarakat Indonesia dalam hal mata uang kripto. NFT digunakan sebagai bukti kepemilikan barang yang dapat dibeli dengan mata uang kripto. NFT  yang biasanya juga ditemukan di blockchain.

Nama Ghozali pun mulai tenar dan dijuluki sebagai Sultan baru. Pria yang bernama asli Gustaf AL Ghozali menjadi panutan bagi para kreator lainnya untuk berlomba-lomba menjadi the next Ghozali. Hal ini tentu tidak mengherankan, Ghozali yang masih berstatus mahasiswa semester tujuh program studi D4 Animasi Universitas Dian Nuswantoro Semarang, kini telah memiliki total kekayaan layaknya pengusaha kaya.

Para ekonom amatiran mungkin akan sulit menerima bahwa foto selfie yang dijual di NFT laku dengan harga lebih dari 13 miliar rupiah. Inilah fenomena pasar yang harus dimengerti dan dipahami oleh para pembisnis. Dunia sudah berubah, cara bisnis pun ikut berubah. Pula yang dialami dengan Kaesang dengan berbagai anak usahanya, dan pebisnis-pebisnis muda lain – yang tentu akan terlalu panjang bila diulas di tulisan ini.

***

Kembali ke laporan Ubedilah Badrun ke KPK. Pasca laporan, selalu diiringi dengan pro dan kontra. Apalagi yang dilaporkan adalah anak orang nomor satu di negeri ini. Pihak pendukung Ubedilah menilai ini adalah sebagai konsekuensi dari negara demokrasi. Hukum harus ditegakkan, tanpa pilih kasih, tanpa pandang bulu.

Dari kubu sebaliknya, mereka menilai laporan dugaan KKN yang dilakukan oleh dua putra Jokowi ini terlalu prematur dan hanya ingin mendapatkan perhatian semata. Ada pula yang menyebut Ubedilah tak paham regulasi, alih-alih memahami ruang lingkup kinerja lembaga antirasuah KPK.

Kewenangan KPK adalah melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi meliputi tindak pidana korupsi yang: a. melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara; b. mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau c. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Di sisi lain, predikat sebagai anak presiden tidak menjadi ranah KPK, apalagi kasus yang dilaporkan adalah hubungan bisnis swasta dengan swasta.

Terkait posisi kasus, laporan terhadap dua anak presiden ini tak ubahnya seperti tembakan koboi mabuk: pelapor hanya merangkum fragmen-fragmen kejadian dan kemudian manafsirkannya sesuka hati.

Salah satu kecurigaan Ubedilah karena terlapor yang masih muda tetapi sudah mendapat kucuran dana 92 miliar rupiah. Jika hal seperti ini yang menjadi persoalan, ada baiknya pelapor sedikit membuka wawasan tentang potensi start-up Tanah Air yang umumnya digalakkan oleh Gen-Z usia di bawah 30 tahun yang bisa meraup aset milyaran rupiah. Bahkan, tak sedikit start up lokal yang sudah berjuluk unicorn, bahkan decacorn, dengan aset fantastis dan mampu memikat banyak investor dalam negeri dan manca negara. Fenomena Ghozali menjadi contoh terdekat dalam hal ini.

Pula dengan laporan yang mengaitkan proses hukum terhadap suatu perusahaan yang berjalan di koridor yudikatif, dikaitkan dengan kerjasama antara anak presiden dengan anak pemilik grup usaha tersebut. Dua kejadian yang sama sekali berbeda dan tidak ada irisan namun disandingkan seolah-olah berkaitan dan berhubungan.

Idealnya, jika memang memang menemukan kejanggalan secara hukum, kejanggalan hukum itulah yang mestinya dilaporkan, bukan asumsi. Sudah menjadi kewajaran bagi seorang akademisi untuk mengkritisi setiap anomali, kejanggalan, ataupun kebijakan pemerintah yang kontroversi. Namun semua harus dilakukan dengan kajian akademik yang benar dan bisa dipertanggungjawabkan.

Konsisten sebagai oposisi dan melakukan kerja-kerja politik sebagai penyeimbang sangat diperlukan dalam alam demokrasi. Sebaliknya, jika itikad dalam beroposisi dan pelaporan didasari niat mendapat kredit untuk kepentingan politik praktis atau hanya sekedar ingin populer, itu adalah sikap dangkal, tidak dewasa, dan membabi buta.

Satu yang perlu diingat, kelompok bawah tanah saat ini sedang merencanakan berbagai skenario isu rasis, intoleran, bahkan isu korupsi, untuk membangkitkan kekacauan di negeri ini.

Indonesia Maju telah membuat ketakutan kelompok-kelompok elite bawah tanah yang selama ini hidup dari mencuri dan merampok uang negara lewat jalur-jalur strategis. Indonesia Maju telah membuat kelompok bawah tanah resah dan tidak bisa tidur nyenyak.

Mari bersama-sama bersatu, bergandeng tangan, menjaga negeri ini dengan pikiran jernih, niat tulus, menjauhkan diri sifat hasut dan kepentingan-kepetingan sesaat. Inilah tugas berat sekaligus tantangan bagi para elite dan cendekia di negeri ini. Jika kesempatan ini tidak diambil, maka orang-orang jahatlah yang akan maju merebut kekuasaan dan membawa negeri ini menuju era kegelapan.

Penulis: Dr. Pieter Cannys Zulkifli, SH, MH, Pengamat Kebijakan Publik

Foto ilustrasi: kompas.com