Inilah “Emas Hijau” Indonesia yang tak habis “ditambang”

SisiBaik.ID – Diam-diam, negara kita memiliki harta karun yang harganya bikin kaget. Dijuluki sebagai ‘emas hijau’, Vanili atau Vanila planifolia, tanaman ini kerap dijuluki harta karunnya Indonesia, karena punya nilai ekonomis yang sangat tinggi.

Tanaman berdaging tebal ini masuk dalam suku Anggrek-anggrekan (Orchidaceae). Vanili menghasilkan buah polong yang diolah jadi bubuk vanili. Bahan yang sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam makanan atau aroma vanili.

Dalam kategori pembinaan Kementerian Pertanian (Kementan), vanili berada di bawah Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah Ditjen Perkebunan.

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) Kementan mencatat, vanili merupakan komoditas ekspor penghasil devisa negara 95 persen diusahakan oleh perkebunan rakyat. Volume ekspor vanili tertinggi terjadi pada tahun 2003 yaitu 6.363 ton.

Kinerja ekspor dilaporkan cenderung menurun, terutama akibat serangan jamur yang menyebabkan penyakit busuk batang vanili. Dan menurunkan produktivitas hingga 30-80 persen.

Sayang, tak banyak informasi yang dapat digali mengenai vanili. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, vanili sebagai tanaman perkebunan rakyat. Dimana data luasan areal termutakhir adalah tahun 2014, yakni 13,60 hektare (ha).

Susut dari tahun 2012 yang tercatat 19,90 ha, dan tahun 2013 seluas 16,62 ha.

Mengutip Sirkuler Budidaya Vanili Balitro tahun 2018, sebagian besar produksi vanili Indonesia ditujukan untuk pasar ekspor. Dimana tanaman vanili disebutkan tersebar di 25 provinsi dengan produktivitas 441 kg per ha, dikelola 288.535 kepala keluarga petani.

Nilai Ekonomis Tinggi

Menurut Kementerian Perdagangan (Kemendag) vanili kerap disebut sebagai ‘emas hijau’ karena memiliki nilai ekonomis serta harga jual yang tinggi. Biji vanili mencapai harga tertinggi di tahun 2018, yakni US$650/kg atau hampir Rp 10 juta/kg bila pakai kurs saat ini. Namun, pada tahun 2020, harga biji vanili terkoreksi menjadi US$200/kg.

Masih mengutip Kemendag, sepanjang tahun 2015 – 2019, ekspor produk vanili Indonesia tumbuh positif sebesar 32,55 persen. Tahun 2019, Indonesia menempati peringkat ke-3 sebagai eksportir terbesar dunia setelah Madagaskar dan Prancis. Madagaskar menguasai 53,06 persen ekspor vanili dunia dengan ekspor sebesar US$573,17 juta.

Meski demikian, perhatian pemerintah atas vanili dinilai masih kurang. Padahal, komoditas yang digadang-gadang jadi ekspor andalan ini sudah masuk Indonesia sekitar tahun 1960-an.

Ketua Umum Dewan Vanili Indonesia John Tumiwa mengatakan, pertanaman vanili di Indonesia masih mengikuti siklus harganya yang pernah mencatat rekor di tahun 2018.

Menurutnya, saat ini belum ada data pasti soal luasan pertanaman vanili nasional.

“Tapi, produksi nasional tahun 2021 bisa mencapai 400 metrik ton vanili kering dan tahun 2022 diprediksi bisa mencapai 500 metrik ton kering,” katanya kepada CNBC Indonesia, belum lama ini.

Untuk harga saat ini, kata dia, vanili kering berkisar US$80-150 per kg, namun untuk grade gourmet bisa mencapai US$150-175 per kg.

“Tidak ada kestabilan. Selama 3 siklus saya menyaksikannya. Juga, tidak ada hubungan antara petani, pedagang, dan pembeli. Sehingga dibutuhkan perubahan. Selama ketiga pihak ini tidak bisa bersatu, pemerintah pun akan sulit membantu,”

Petani Perlu Dukungan

Dewan Vanili Indonesia bekerja sama dengan Gamal Institute kemudian membentuk Vanili Indonesia, organisasi nirlaba yang ditujukan jadi cikal bakal kelembagaan petani vanili nantinya.

“Selama ini petani vanili di Indonesia itu autodidak. Akibatnya, tidak ada keseragaman mutu. Karena itu, kita nantinya ingin bisa membuat sebuah sistem yang transparan dan berbasis digital. Kita mulai dulu dari yang ada saat ini, mulai mendata petani,” kata Direktur Kerja Sama Koperasi Desa Ekspor Mahdalena Lubis.

Hingga saat ini, lanjut Mahdalena, hasil pendataan Koperasi Desa Ekspor, petani menanam vanili di Indonesia sejak tahun 1987. Pada periode tahun 2019-2020, terjadi lonjakan minat bertanam vanili. Menjadi 270 petani dengan luasan lahan 179,2 ha. Dengan estimasi produksi tahun 2022 mencapai 1.000-3.000 ton per periode panen, dengan proyeksi ada 3 kali musim panen.

Hendra Sipayung, pembina petani, yang turut menggagas Vanili Indonesia mengatakan, dibutuhkan langkah konkret untuk mendukung penguatan vanili sebagai komoditas ekspor Indonesia.

“Kami akan bantu petani, awalnya dengan kelembagaan petani itu sendiri. Membentuk koperasi induk, hingga menjangkau fasilitator pengembangan mutu, bahkan vanili organik,” kata Hendra.