Dusun Sade Lombok, Merusak Hutan Didenda Seekor Kuda

SISIBAIK.ID – Hiruk pikuk kemeriahan gelaran MotoGP yang berlangsung di Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), telah usai. Namun masih banyak kekayaan budaya di provinsi ini yang belum digali, yang layak diketahui oleh dunia.

Salah satunya adalah tradisi pelestarian lingkungan oleh masyarakat Dusun Sade di Desa Rembitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, yang dirawat hingga kini. Masyarakat Dusun Sade lebih memilih mengabaikan modernisasi dunia luar dan meneruskan tradisi lama mereka sebagai upaya pelestarian adat.

Lokasi Dusun Sade bisa ditempuh hanya 5 menit dari kawasan The Mandalika, lokasi Pertamina Mandalika Street Circuit. Kehidupan keseharian masyarakat di sini masih sangat kental dengan tradisi masyarakat Suku Sasak tempo dulu.

Salah satu kearifan lokal yang masih dijaga oleh Masyarakat Sade adalah tentang lingkungan hidup. Tradisi menjaga menjaga kelestarian lingkungan ini telah ada jauh sebelum gerakan-gerakan peduli lingkungan bermunculan.

Ada tradisi “kemalik”, yakni larangan memasuki kawasan hutan secara sembarangan. Larangan ini bila dilanggar akan memberikan musibah kepada pelakunya. Tradisi ini masih dijaga utuh oleh masyarakat setempat hingga saat ini.

 “Apabila hutan dirusak serta kayunya ditebang, maka perusak tersebut diwajibkan membayar denda adat yang harus dipenuhi. Inilah yang membuat lingkungan di kawasan Suku Sasak Dusun Sade masih terlihat lestari,” tulis Mansur S dalam Kearifan Lokal Kemalik Suku Sasak dalam menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup Dusun Sade.

Awig-awig dan hukum adat

Kabupaten Lombok Tengah memberikan andil yang cukup besar terhadap keberadaan hutan di Indonesia. Namun seiring dengan maraknya deforestasi di seluruh wilayah Indonesia, kawasan Lombok Tengah juga mengalami hal serupa.

Karena itulah untuk mencegah laju penurunan hutan, berbagai upaya dilakukan oleh lembaga adat. Lembaga ini dibentuk oleh masyarakat adat untuk menjalankan awig-awig dan hukum adat.

Awig-awig sendiri merupakan suatu peraturan tidak tertulis/tertulis yang dibuat atas dasar kesepakatan masyarakat untuk mengatur kehidupan bersama dalam suatu komunitas.

Awig-awig sangat dipatuhi oleh warganya karena peraturan tersebut lahir atas kesepakatan atau kehendak dari masyarakat itu sendiri. Hal ini juga dilandasi rasa kekerabatan yang kuat karena pertalian darah maupun bagian dari komunitas.

Salah satu awig-awig adalah larangan untuk merusak hutan dan menebang kayu. Bila hal ini dilanggar maka perusak tersebut diwajibkan membayar denda adat yang harus dipenuhi seperti satu ekor kuda, beras satu kuintal (100 kg), uang bolong (kepeng susuk) 224 biji, gula merah, beras satu rombong (baskom).

Bila sanksi di tersebut tidak dipenuhi, maka si pelanggar tidak diberikan penghulu (pengurus adat), kyai adat dalam pelaksanaan syukuran atau selamatan rumah dan lain-lain. Bahkan bisa sampai dikucilkan dan diasingkan dan tidak diakui sebagai masyarakat adat.

Alam jadi bagian kehidupan

Sade merupakan salah satu dari bagian koletivitas komunitas dari beberapa Suku Sasak yang berada di wilayah Desa Rembitan, seperti Telok Bulan, Lentak, Selak, Penyalu, Peluk, Rebuk, dan Rumba.

Mata pencaharian utama masyarakat Dusun Sade adalah bertani. Jenis tanaman yang ditanam yaitu padi dan kacang kedelai dengan bantuan ternak kerbau dan sapi yang digunakan untuk menggarap atau mengolah tanah.

Sedangkan untuk pembangunan rumah adat Suku Sasak di Dusun Sade memanfaatkan hasil sumber daya alam yang dapat ditemukan dengan mudah di lokasi setempat. Sumber alam ini mudah didapat karena lestarinya hutan di wilayah Desa Rembitan.

Atap bangunan menggunakan bahan alang-alang yang dapat mereduksi panas sinar matahari dan dapat memberikan kehangatan pada malam hari. Penggunaan anyaman bambu sebagai dinding bangunan memberikan keuntungan terhadap masalah sirkulasi udara.

Celah-celah pada anyaman bambu dapat dilalui udara dengan baik sehingga pergantian udara dalam ruangan dapat berjalan secara maksimal. Lantai terbuat dari tanah liat yang dicampur kotoran kerbau, abu jerami, kapur.

Penggunaan kapur untuk menghilangkan bau tidak sedap pada kotoran kerbau. Campuran tanah liat, kotoran kerbau dan kapur menjadikan lantai tanah mengeras, sekeras semen. Cara membuat lantai seperti itu sudah diwarisi oleh nenek moyang mereka.

Kearifan lokal yang terdapat di Suku Sasak Dusun Sade mengandung filosofi yang tinggi, berisi nilai Ketuhanan, nilai kemanusiaan, dan nilai kebangsaan sehingga perlu dilestarikan.