IMA Cari Bentuk Baru Bermedia

SISIBAIK.ID –Tempo Institute bersama sejumlah lembaga seperti Asosiasi Media Siber Indonesia, Google News Initiative, Aliansi Jurnalis Independen dan Kominfo, menghelat acara Independet Media Accelerator (IMA).

IMA bertujuan untuk mencari bentuk dan menemukan model bisnis baru dalam bermedia. Harapannya, dengan akselerasi ini media digital baru dapat melalui  tantangan disrupsi teknologi dengan mulus.

Dibuka hari ini, Senin 15 Agustus 2022, acara yang diikuti oleh perwakilan dari 20 media terpilih, di mana salah satunya adalah SISIBAIK.ID, diawali dengan kegiatan pelatihan secara online melalui zoom selama empat hari. Kemudian acara akan dilanjutkan dengan kelas offline (bootcamp) selama tiga hari di Jakarta.

Khusus untuk bootcamp, peserta akan diboyong dari daerah masing-masing untuk mengikuti pendalaman materi tentang tiga tema utama, yakni kualitas jurnalis, transformasi digital dan  model bisnis. Selanjutnya, peserta  diminta mengusulkan proposal ide perbaikan media dengan pendanaan yang disiapkan IMA. kemudian mereka akan mengerjakan usulan proyek tersebut dalam tempo dua bulan.  

 “Independent Media Accelerator adalah upaya kita untuk mencari dan menemukan bersama bentuk baru dan cara baru bermedia,” kata Direktur Tempo Institute, Qaris Tajudin, saat membuka kegiatan itu, Senin 15 Agustus 2022.

Qaris mengatakan, sebanyak 20 peserta yang mengikuti acara hari ini telah menyisihkan sekitar 160 media yang mendaftar. Mereka datang dari berbagai pelosok daerah dengan berbagai jenis  dan bentuk media. Ada media komunitas, media umum, media TV, media jurnalisme warga hingga  dalam bentuk  komik.  

Mencari Bentuk Baru Bermedia

Dalam sambutannya Qaris memaparkan bahwa hingga saat ini, baik di negara maju maupun negara berkembang, dan negara yang lebih mundur, belum menemukan bentuk bisnis maupun cara baru bermedia. Berbeda dengan misalnya film dan bioskop yang telah menemukan model seperti Netflix atau di sektor lain yang telah menemukan  model  baru setelah mengalami disrupsi, sektor media saat ini orang masih mencari-mencari bentuk dan model bisnisnya.  

Ada tiga hal yang disoroti di dunia media saat ini. Pertama, kualitas jurnalisme yang dinilai menurun.

“Kehadiran digital mendorong orang beradu cepat dan banyak-banyakan memproduksi berita, sebab jika tidak banyak berita maka google analitik akan jeblok,” katanya.  

Kedua, adalah bisnis model media. Dulu, lanjut Qaris, orang rela merogoh uang untuk mendapat informasi, tapi sekarang sulit  sekali orang menjual berita. Tempo misalnya, memproduksi konten yang ekslusif,  tak lama akan muncul screenshotnya dimana-mana.

“Penyebarnya  bukan hanya orang umum, bahkan jurnalis sendiri,  Mereka seolah tidak peduli apa dilakukannya itu, mencederai usaha rekannya dalam mencari berita.”

Ketiga, adalah disrupsi teknologi. Bersyukur, katanya, sebagian insan pers telah memiliki cara pandang baru dalam bermedia. Dimana mereka  sudah mulai menggunakan multimedia, ada dengan TV dan dalam bentuk komik.

Hal ini jelas menjadi terobosan dalam bermedia di tengah himpitan disrupsi teknologi. Inilah yang membedakan dengan media konvensional yang terkesan kaku untuk beradaptasi sehingga sulit bergerak.

Untuk itu Qaris berharap dalam kegiatan ini dapat dicari dan dirumuskan bentuk baru bermedia, yang memungkinkan untuk dikembangkan agar media mampu mengatasi  persoalan disrupsi teknologi.